Piagam Madinah: saranalternative dari Fraksi Reformasi

June 21, 2025

Berkenaan dengan amendemen Pasal 29(1) UUD 1945, fraksi-fraksi berhaluan berkebangsaan (seperti Fraksi PDIP, Partai Kelompok Kreasi, Kesatuan Berkebangsaan Indonesia, dan Partai Demokrasi Kasih Bangsa) dan Fraksi Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia (TNI/POLRI) ingin menjaga pasal itu seperti ada, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”.[128] Dalam pada itu, Fraksi PPP, PBB, dan PDU inginkan supaya tujuh kata ditempatkan ke itu hingga menjadi mengeluarkan bunyi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban jalankan syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya”.[128] Di lain sisi, dua partai berhaluan Islam yang bergabung dalam “Fraksi Reformasi”, yakni Partai Instruksi Nasional (PAN) dan Partai Keadilan (PK, sekarang disebutkan Partai Keadilan Sejahtera), ajukan alternative yang mengeluarkan bunyi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melakukan tuntunan agama untuk masing-masing pemeluknya”.[129] Saran ini memperoleh support dari Fraksi Partai Kebangunan Bangsa (PKB).[130] Saran Fraksi Reformasi dikasih panggilan “Piagam Madinah” karena dipandang menggambarkan piagam bernama yang masih sama yang diatur oleh Nabi Muhammad untuk atur jalinan antaragama.[129] Ahli hukum tata negara Indonesia Arskal Salim memberi komentar jika Piagam Madinah akan membuat mekanisme yang serupa dengan mekanisme millet (mekanisme yang meluluskan masing-masing umat agama untuk jalankan hukum mereka sendiri) di Kesultanan Utsmaniyah.[131]

Fraksi PK menerangkan jika terdapat tiga argumen kenapa mereka memberikan dukungan Piagam Madinah bukannya Piagam Jakarta. Pertama, Piagam Jakarta dirasakan belum juga final, dan piagam itu bukan dipandang seperti salah satu langkah yang resmi untuk jalankan syariat Islam di Indonesia. Ke-2 , dokumen Piagam Jakarta diyakinkan hanya untuk Muslim, dan ini dipandang tidak searah dengan Islam yang berbentuk “rahmatan lil alamin” (karunia untuk semua alam). Ke-3 , jika dibanding Piagam Jakarta, Piagam Madinah dipandang lebih sesuai Islam, karena Piagam Madinah mengaku kebebasan hukum masing-masing agama, sedangkan Piagam Jakarta cuma memberikan kelebihan hukum untuk satu agama saja.[132]

Dalam pada itu, Presiden PK ketika itu Hidayat Nur Top memiliki pendapat jika peranan Piagam Jakarta sebagai sepakat di antara dua kelompok telah usai.[130] Satu diantara figur PK, Mutammimul Ula, menerangkan jika partainya sebagai partai kecil ingin menghindar dari sentimen yang berkaitan dengan Piagam Jakarta. Menurut dia, Piagam Madinah jalankan syariat Islam seperti Piagam Jakarta. Dengan saran alternative Piagam Madinah, partainya bisa pertimbangkan keadaan politik nasional waktu itu yang tidak memberikan dukungan pemerlakukan Piagam Jakarta, sekalian penuhi inspirasi pemilih PK yang inginkan penegakan syariat Islam lewat amendemen Pasal 29 UUD 1945.[133]